BERITA UNIK

Fotografer Disabilitas yang Mendunia. Nomor 1 dari Indonesia

PianoQQLounge Fotografer Disabilitas yang Mendunia. Nomor 1 dari Indonesia Ane baru saja menonton film dokumenter tentang Bang Dzoel– sapaan akrab Achmad Zulkarnain yang luar biasa. Lalu, quotes di atas berhasil menampar ane dan terngiang-ngiang di otak.

Benar kata Bang Dzoel, bahwa kita tidak perlu menjadi sempurna untuk menjadi yang terbaik. Lakukan saja apa yang ingin kita lakukan. Perjuangkan dan buktikan kepada semua orang, bahwa keterbatasan bukanlah hambatan untuk menuju tak terbatas. Benar saja! Sudah banyak orang yang membuktikan, bahwa mereka yang memiliki fisik disabilitas juga bisa sukses dan berjaya seperti orang dengan fisik sempurna.

Kemudian, terbersitlah di benak ane untuk menulis thread tentang fotografer-fotografer disable yang namanya mendunia. Kenapa fotografer? Ya, gak ada alasan khusus, sih, selain ane pribadi yang juga menyukai dunia fotografi. So, tanpa perlu banyak opening lagi, mari kita masuk ke nomor satu! PianoQQ

“Fotografer Disabilitas Tidak harus sempurna untuk menjadi yang terbaik.” – Achmad Zulkarnain, fotografer disable Indonesia.

Ane baru saja menonton film dokumenter tentang Bang Dzoel– sapaan akrab Achmad Zulkarnain yang luar biasa. Lalu, quotes di atas berhasil menampar ane dan terngiang-ngiang di otak ane.

Benar kata Bang Dzoel, bahwa kita tidak perlu menjadi sempurna untuk menjadi yang terbaik. Lakukan saja apa yang ingin kita lakukan. Perjuangkan dan buktikan kepada semua orang, bahwa keterbatasan bukanlah hambatan untuk menuju tak terbatas. Benar saja! Sudah banyak orang yang membuktikan, bahwa mereka yang memiliki fisik disabilitas juga bisa sukses dan berjaya seperti orang dengan fisik sempurna.

Kemudian, terbersitlah di benak ane untuk menulis thread tentang fotografer-fotografer disable yang namanya mendunia. Kenapa fotografer? Ya, gak ada alasan khusus, sih, selain ane pribadi yang juga menyukai dunia fotografi. So, tanpa perlu banyak opening lagi, mari kita masuk ke nomor satu!

1. Achmad Zulkarnain

Di posisi pertama, dengan senang hati ane menuliskan nama Bang Dzoel. Fotografer asal Banyuwangi ini berhasil menunjukkan bahwa kita perlu melihat dunia dengan cara yang berbeda. Lahir tanpa lengan dan kaki bukan berarti melarang dirinya untuk pergi ke berbagai tempat untuk membidik gambar. Ya, itulah yang di lakukan oleh Bang Dzoel. Bahkan ia sampai ke puncak Gunung Ijen dan mengabadikan keindahan di sana.

Menjadi seorang Dzoel tentu berat, ya, Gansis. Di mana dulu, sewaktu bayi, ia sempat akan dibuang oleh ibu kandungnya. Namun, Tuhan menyelamatkannya lewat perantara ibu angkat yang rela merawatnya dengan baik. Bang Dzoel juga pernah berniat bunuh diri; tatkala merasa dirinya berbeda dengan orang lain. Apalagi dulu ketika masih SMP, ia sering tidak diajak bicara oleh teman-teman bahkan guru karena fisiknya itu.

2. Kevin Michael Connolly

Fotografer Disabilitas

Dari Banyuwangi kita pindah ke Helena, Montana, Amerika. Di sanalah Kevin Connolly lahir, tepatnya pada Agustus 1985 silam. Ia lahir tanpa kaki, tapi kini ia adalah seorang fotografer dan traveller yang terkenal. Kok bisa? Itu semua tidak lepas dari asuhan orangtuanya yang selalu menanamkan rasa percaya diri pada Kevin kecil. Kevin tidak diperlakukan secara khusus. Ia dibiarkan hidup secara normal sehingga Kevin kecil bisa bermain ski salju, senam, bahkan bergulat. Ia bahkan tidak menggunakan kursi roda atau kaki palsu. Ia lebih memilih skateboard sebagai alat transportasi.

Ketika menginjak remaja, rasa percaya diri yang sudah di bangun itu perlahan runtuh. Kevin mulai minder dengan kondisi fisiknya, ketika teman-teman sekolahnya melemparkan tatapan jijik padanya. Sejak saat itulah sisi ceria Kevin menghilang. Ia menjadi lebih pendiam, memilih untuk berkeliling seorang diri dengan skateboard-nya lalu menembak gambar dengan kamera.

Menyenangkan, itu yang Kevin rasakan dengan hobi barunya itu. Lantas kemudian ia jatuh cinta dengan dunia fotografi dan mulai menekuninya dengan serius. Ia keluar dari desa, berkeliling, lalu membidikkan kamera. Seiring berjalannya waktu, pikiran Kevin semakin terbuka. Ia kembali menerima kondisi fisiknya setelah menyadari bahwa banyak orang lain di luar sana; dengan fisik yang sama dengannya. Lalu untuk apa ia harus patah semangat dan merasa berbeda?

Kevin terus memotret, lalu mempublikasikannya dalam situs The Rolling Exhibition miliknya. Siapa sangka, foto-fotonya menarik perhatian media sehingga mereka mengundang Kevin ke berbagai acara talk show. Di usia 23 tahun, Kevin menandatangani kontrak pembuatan buku. Ia pun mulai menulis memoarnya dan menjadikan foto jempretannya sebagai pembatas antar bab.

Kevin sudah meraih medali X-Games sebanyak dua kali. Ia juga aktif dalam organisasi di sabilitas seperti Make-A-Wish, Eagle Mount, dan National Inclusion Project. Bahkan ia juga memiliki acara TV sendiri, Armed & Ready, di mana ia berjelajah, memotret, tanpa malu dengan kondisi fisiknya.

3. Fotografer Di sabilitas Joey Solomon

Fotografer Disabilitas

Fotografer Disabilitas Kisah berikutnya datang dari pemuda asal Queens, Joey Ia mahasiswa seni yang terpaksa menunda kelulusan karena penyakitnya yang tiba-tiba Suhu tubuhnya 103°C ketika ayah dan ibunya datang ke asramanya di Brooklyn. Ia di bawa ke rumah sakit untuk kemudian mendengar fakta yang mengejutkan. Ia bukan demam biasa. Ini serius. Ada tumor lonjong yang menempel di saraf skiatiknya.

Joey bersedih? Tentu. Ia terpuruk. Begitu pula orangtuanya. Penyakitnya ini hampir membuatnya hilang harap di karenakan kondisi tubuhnya kian hari kian lemah. Oleh karena itu, untuk menikmati hidup, Joey memutuskan untuk memotret di rinya sendiri selama berbaring di ruang perawatan. Dengan tangan bergetar dan silang di tubuhnya, Joey mulai memotret. Terkadang ia meminta sang ayah untuk membantu ketika di rasa tubuhnya sangat lemah.

Hampir tiga bulan Joey di rawat hingga akhirnya ia di izinkan pulang. Namun kondisinya berbeda sekarang. Ia lumpuh. Ia harus menggunakan kursi roda. Lagi-lagi kenyataan hidup menamparnya– terlebih ketika teman-teman sekelasnya dan orang lain memandangnya dengan tatapan entah, seakan menelisik kondisi patologinya. Joey pun trauma. Ia depresi. Lalu kemudian ia memutuskan untuk mencari kesenangan atas rasa sakitnya, yaitu dengan memotret lebih serius.

Fotografer Disabilitas

Ya, Joey benar-benar berhasil mencari kesenangan itu. Sambil duduk di kursi roda, ia telah membidik banyak foto monokrom yang sangat apik. Lalu karma-karyanya itu berhasil di pamerkan di festival Pride di Chelsea, New York.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *