BERITA KESEHATAN

4 Tanda Awal Alami Sindrom Lima yang Perlu Di pahami

PianoQQ Lounge 4 Tanda Awal Alami Sindrom Lima yang Perlu Di pahami Sindrom lima merupakan kondisi ketika penculik mengembangkan hubungan positif dengan tawanannya. Hubungan positif tersebut bisa berupa perasaan empati, perhatian, bahkan kasih sayang terhadap tawanannya.

4 Tanda Awal Alami Sindrom Lima yang Perlu Dipahami

4 Tanda Awal Alami Sindrom Lima yang Perlu Di pahami Sindrom Lima merupakan kebalikan dari sindrom Stockholm. Pada sindrom Stockholm, seorang korban penculikan atau kejahatan mengembangkan ikatan positif terhadap penculiknya. Nah, pada sindrom ini, penculik yang mengembangkan perasaan positif terhadap korbannya.

Perasaan positif tersebut bisa berupa simpati, empati, keterikatan, atau bahkan cinta. Orang yang mengidap sindrom langka ini bisa melakukan hal-hal yang menguntungkan korbannya.

Asal Usul Sindrom Lima

Sindrom ini berasal dari krisis sandera yang terjadi pada akhir 1996 di Lima, ibu kota Peru. Pada waktu itu, beberapa ratus tamu penting di pesta yang di adakan oleh duta besar Jepang di tangkap dan di sandera.

Penculik mereka adalah anggota Gerakan Revolusioner Tupac Amaru (MTRA), yang tuntutan utamanya adalah pembebasan anggota MTRA dari penjara.

Anehnya pada bulan pertama penyanderaan, para penculik membebaskan lebih dari separuh sandera.

Anggota MTRA tersebut di laporkan merasa bersimpati terhadap tawanan mereka. Nah, fenomena ini kemudian di sebut sindrom Lima.

Tanda Awal Sindrom Lima

Inti dari sindrom ini adalah seorang penculik atau pelaku kejahatan yang mengembangkan hubungan  positif dengan korban mereka. Nah, hubungan tersebut sangat luas dan bisa mencakup banyak jenis perasaan. 

Berikut adalah beberapa contoh gejala yang bisa di alami oleh penculik:

1. Merasa empati terhadap tawanan

Biasanya, seorang penculik akan memperlakukan tawanannya dengan sikap dingin dan kejam. Mereka tidak peduli dengan penderitaan yang di alami tawanannya. 

Namun, orang yang mengidap sindrom ini malah bisa bersimpati, bahkan berempati pada situasi tawanannya.

Mereka bisa merasa kasihan dan sedih melihat tawanannya di kurung dalam tempat yang kecil, sempit, dan kotor, misalnya.

Melansir dari Psych Mechanics, pada dasarnya manusia memiliki rasa keadilan bawaan yang mencegah mereka menyakiti orang yang tidak bersalah.

Nah, rasa keadilan bawaan inilah yang di duga bisa memicu simpati pada penculik.

2. Menjadi lebih memerhatikan kebutuhan atau keinginan tawanan

Tidak hanya bersimpati, penculik yang mengembangkan sindrom ini menjadi lebih perhatian akan kebutuhan tawanannya.

Misalnya, mereka bisa memberikan selimut untuk tawanan agar mereka tidak kedinginan, mengobati luka mereka, dan lain-lain. Hal itu tentu menguntungkan si tawanan.

3. Mulai mengenali tawanan

Penculik dengan sindrom ini juga akan merasa tertarik untuk mengenal tawanannya lebih jauh. Mereka mungkin akan mulai mendekati atau mengembangkan hubungan yang lebih intim dengan si tawanan.

4. Mengembangkan perasaan keterikatan, suka, atau bahkan kasih sayang untuk tawanan

Bukan hal yang tidak mungkin bila seiring waktu, rasa simpati tersebut juga bisa berkembang menjadi rasa suka bahkan cinta terhadap tawanannya.

Hal ini sangat mungkin terjadi pada situasi di mana penculiknya adalah pria dan tawanannya adalah wanita.

Melihat seorang wanita dalam posisi tidak berdaya bisa membuat penculik laki-laki jatuh cinta padanya dan berujung merawat dan memenuhi kebutuhannya. 

Contoh Kasus Sindrom Lima

Tanda-tanda awal syndrom lima di atas sebenarnya bisa di lihat dalam cerita dongeng Beauty and The Beast. Dalam dongeng tersebut di kisahkan bagaimana awalnya Beast bersikap kejam pada Belle dan menguncinya di sebuah kamar di kastil.

Namun, seiring waktu, perasaan Beast terhadap Belle mulai melunak. Ia bersimpati dengan penderitaan Belle sebagai tahanan dan memberikan kebebasan di

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *